MEREALISASI KERJA YANG AMAN
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Selalu ada risiko kegagalan (risk of failures) pada setiap proses/aktivitas
pekerjaan. Dan saat kecelakaan kerja (work accident) terjadi, seberapa pun
kecilnya akan mengakibatkan efek kerugian (loss). Karena itu sedapat mungkin
dan sedini mungkin, kecelakaan/potensi kecelakaan kerja harus dicegah/dihilangkan,
atau setidak-tidaknya dikurangi dampaknya. Penanganan masalah keselamatan kerja
di dalam sebuah perusahaan harus dilakukan secara serius oleh seluruh komponen
pelaku usaha, tidak bisa secara parsial dan diperlakukan sebagai bahasan-bahasan
marginal dalam perusahaan.
Adapun tujuan penanganan K3 adalah agar pekerja dapat nyaman, sehat dan
selamat selama bekerja, sebagaimana digambarkan dalam bagan berikut.
Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut.
1. Kelelahan (fatigue).
2. Kondisi tempat kerja (enviromental aspects) dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe
working condition).
3. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya
(pre-cause) adalah kurangnya training.
4. Karakteristik pekerjaan itu sendiri.
5. Hubungan antara karakteristik pekerjaan dan kecelakaan kerja menjadi fokus
bahasan yang cukup menarik dan membutuhkan perhatian tersendiri. Kecepatan
kerja (paced work), pekerjaan yang dilakukan secara berulang (short-cycle repetitive
work), pekerjaan-pekerjaan yang harus diawali dengan ”pemanasan prosedural”,
beban kerja (workload), dan lamanya sebuah pekerjaan dilakukan (workhours) adalah
beberapa karakteristik pekerjaan yang dimaksud.
Penyebab-penyebab di atas bisa terjadi secara tunggal, simultan, maupun dalam
sebuah rangkain sebab-akibat (cause consequences chain). Jika kecelakaan terjadi
maka akan sangat mempengauhi produktivitas kerja.
1. Manajemen Bahaya
Aktivitas, situasi, kondisi, kejadian, gejala, proses, material, dan segala sesuatu
yang ada di tempat kerja/berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi/berpotensi
menjadi sumber kecelakaan/cedera/penyakit dan kematian disebut dengan
bahaya/risiko.
Secara garis besar, bahaya/risiko dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Bahaya/risiko lingkungan
Termasuk di dalamnya adalah bahaya-bahaya biologi, kimia, ruang kerja, suhu,
kualitas udara, kebisingan, panas/termal, cahaya dan pencahayaan.
2. Bahaya/risiko pekerjaan/tugas
Misalnya: pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan secara manual, peralatan dan
perlengkapan dalam pekerjaan, getaran, faktor ergonomi, bahan/material,
Peraturan Pemerintah RI No.: 74 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3), dan lain-lain.
3. Bahaya/risiko manusia
Kejahatan di tempat kerja, termasuk kekerasan, sifat pekerjaan itu sendiri yang
berbahaya, umur pekerja, Personal Protective Equipment, kelelahan dan stres
dalam pekerjaan dan pelatihan.
Berdasarkan ”derajad keparahannya”, bahaya-bahaya di atas dibagi ke dalam
empat kelas, yaitu:
1. Extreme risk
2. High risk
3. Moderate risk
4. Low risk
Dalam manajemen bahaya (hazard management) dikenal lima prinsip
pengendalian bahaya yang bisa digunakan secara bertingkat/bersama-sama untuk
mengurangi/menghilangkan tingkat bahaya, yaitu :
1. Penggantian/substitution, juga dikenal sebagai engineering control
2. Pemisahan/separation
a. Pemisahan fisik/physical separation
b. Pemisahan waktu/time separation
c. Pemisahan jarak/distance separation
3. Ventilasi/ ventilation
4. Pengendalian administratif/administrative controls
5. Perlengkapan perlindungan personnel/Personnel Protective Equipment (PPE).
Ada tiga tahap penting (critical stages) dimana kelima prinsip tersebut sebaiknya
diimplementasikan, yaitu:
1. Pada saat pekerjaan dan fasilitas kerja sedang dirancang.
2. Pada saat prosedur operasional sedang dibuat.
3. Pada saat perlengkapan/peralatan kerja dibeli.
Beberapa kata kunci yang saling berkaitan dalam penanganan masalah
keselamatan kerja, termasuk bagaimana prinsip pengendalian kecelakaan kerja
dilakukan, digambarkan melalui bagan berikut.
2. Pengendalian Bahaya Kebisingan (Noise)
Kebisingan sampai pada tingkat tertentu bisa menimbulkan gangguan pada
fungsi pendengaran manusia. Risiko terbesar adalah hilangnya pendengaran
(hearing loss) secara permanen. Dan jika risiko ini terjadi (biasanya secara medis
sudah tidak dapat diatasi/"diobati"). Sudah barang tentu akan mengurangi efisiensi
pekerjaan si penderita secara signifikan.
Secara umum dampak kebisingan bisa dikelompokkan dalam dua kelompok
besar, yaitu:
1. Dampak auditorial (Auditory effects)
2. Dampak ini berhubungan langsung dengan fungsi (perangkat keras)
pendengaran, seperti hilangnya/berkurangnya fungsi pendengaran, suara dering/
berfrekuensi tinggi dalam telinga.
3. Dampak nonauditorial (Nonauditory effects)
4. Dampak ini bersifat psikologis, seperti gangguan cara berkomunikasi,
kebingungan, stres, dan berkurangnya kepekaan terhadap masalah keamanan
kerja.
Berikut ini adalah beberapa tingkat kebisingan beberapa sumber suara yang
bisa dijadikan sebagai acuan untuk menilai tingkat keamanan kerja :
1. Percakapan biasa (45-60 dB)
2. Bor listrik (88-98 dB)
3. Suara anak ayam (di peternakan) (105 dB)
4. Gergaji mesin (110-115 dB)
5. Musik rock (metal) (115 dB)
6. Sirene ambulans (120 dB)
7. Teriakan awal seseorang yang menjerit kesakitan (140 dB)
8. Pesawat terbang jet (140 dB).
Sedangkan jenis industri, tempat kebisingan bisa menjadi sumber bahaya yang
potensial bagi pekerja antara lain :
1. Industri perkayuan (wood working & wood processing)
2. Pekerjaan pemipaan (plumbing)
3. Pertambangan batu bara dan berbagai jenis pertambangan logam.
Catatan :
Lingkungan dengan tingkat kebisingan lebih besar dari 104 dB atau kondisi
kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi tingkat kebisingan
lebih besar dari 85 dB selama lebih dari 8 jam tergolong sebagai high level of noise
related risks.
Formula NIOSH (National Institute of Occupational Safety & Health) untuk
menghitung waktu maksimum yang diperkenankan bagi seorang pekerja untuk
berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak aman sebagai berikut.
Di mana :
T = waktu maksimum pekerja boleh berhadapan dengan tingkat kebisingan (dalam
menit)
L = tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya
3 = exchange rate
Bandingkan formula yang telah ditetapkan oleh NIOSH tersebut dengan formula
yang masih biasa digunakan, yakni:
Di mana :
T = waktu maksimum pekerja boleh berhadapan dengan tingkat kebisingan (dalam
jam)
L = tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya
5 = exchange rate
Seringkali seseorang mengira dirinya telah berhasil ”beradaptasi” dengan
lingkungan yang bising manakala tidak merasa terganggu lagi dengan ”tingkat
kebisingan” yang pada awalnya sangat mengganggu dirinya. Jika hal yang
sama terjadi pada anda, HATI-HATI! Mungkin fungsi pendengaran anda mulai
terganggu.......
––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––
Indikator adanya (potensi) gangguan kebisingan berisiko tinggi di antaranya :
1. Terdengarnya suara-suara dering/berfrekuensi tinggi di telinga.
2. Volume suara yang makin keras pada saat harus berbicara dengan orang lain.
3. ”Mengeraskan” sumber suara hingga tingkatan tertentu yang dianggap oleh
seseorang sebagai kebisingan.
pekerjaan. Dan saat kecelakaan kerja (work accident) terjadi, seberapa pun
kecilnya akan mengakibatkan efek kerugian (loss). Karena itu sedapat mungkin
dan sedini mungkin, kecelakaan/potensi kecelakaan kerja harus dicegah/dihilangkan,
atau setidak-tidaknya dikurangi dampaknya. Penanganan masalah keselamatan kerja
di dalam sebuah perusahaan harus dilakukan secara serius oleh seluruh komponen
pelaku usaha, tidak bisa secara parsial dan diperlakukan sebagai bahasan-bahasan
marginal dalam perusahaan.
Adapun tujuan penanganan K3 adalah agar pekerja dapat nyaman, sehat dan
selamat selama bekerja, sebagaimana digambarkan dalam bagan berikut.
Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut.
1. Kelelahan (fatigue).
2. Kondisi tempat kerja (enviromental aspects) dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe
working condition).
3. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya
(pre-cause) adalah kurangnya training.
4. Karakteristik pekerjaan itu sendiri.
5. Hubungan antara karakteristik pekerjaan dan kecelakaan kerja menjadi fokus
bahasan yang cukup menarik dan membutuhkan perhatian tersendiri. Kecepatan
kerja (paced work), pekerjaan yang dilakukan secara berulang (short-cycle repetitive
work), pekerjaan-pekerjaan yang harus diawali dengan ”pemanasan prosedural”,
beban kerja (workload), dan lamanya sebuah pekerjaan dilakukan (workhours) adalah
beberapa karakteristik pekerjaan yang dimaksud.
Penyebab-penyebab di atas bisa terjadi secara tunggal, simultan, maupun dalam
sebuah rangkain sebab-akibat (cause consequences chain). Jika kecelakaan terjadi
maka akan sangat mempengauhi produktivitas kerja.
1. Manajemen Bahaya
Aktivitas, situasi, kondisi, kejadian, gejala, proses, material, dan segala sesuatu
yang ada di tempat kerja/berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi/berpotensi
menjadi sumber kecelakaan/cedera/penyakit dan kematian disebut dengan
bahaya/risiko.
Secara garis besar, bahaya/risiko dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Bahaya/risiko lingkungan
Termasuk di dalamnya adalah bahaya-bahaya biologi, kimia, ruang kerja, suhu,
kualitas udara, kebisingan, panas/termal, cahaya dan pencahayaan.
2. Bahaya/risiko pekerjaan/tugas
Misalnya: pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan secara manual, peralatan dan
perlengkapan dalam pekerjaan, getaran, faktor ergonomi, bahan/material,
Peraturan Pemerintah RI No.: 74 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3), dan lain-lain.
3. Bahaya/risiko manusia
Kejahatan di tempat kerja, termasuk kekerasan, sifat pekerjaan itu sendiri yang
berbahaya, umur pekerja, Personal Protective Equipment, kelelahan dan stres
dalam pekerjaan dan pelatihan.
Berdasarkan ”derajad keparahannya”, bahaya-bahaya di atas dibagi ke dalam
empat kelas, yaitu:
1. Extreme risk
2. High risk
3. Moderate risk
4. Low risk
Dalam manajemen bahaya (hazard management) dikenal lima prinsip
pengendalian bahaya yang bisa digunakan secara bertingkat/bersama-sama untuk
mengurangi/menghilangkan tingkat bahaya, yaitu :
1. Penggantian/substitution, juga dikenal sebagai engineering control
2. Pemisahan/separation
a. Pemisahan fisik/physical separation
b. Pemisahan waktu/time separation
c. Pemisahan jarak/distance separation
3. Ventilasi/ ventilation
4. Pengendalian administratif/administrative controls
5. Perlengkapan perlindungan personnel/Personnel Protective Equipment (PPE).
Ada tiga tahap penting (critical stages) dimana kelima prinsip tersebut sebaiknya
diimplementasikan, yaitu:
1. Pada saat pekerjaan dan fasilitas kerja sedang dirancang.
2. Pada saat prosedur operasional sedang dibuat.
3. Pada saat perlengkapan/peralatan kerja dibeli.
Beberapa kata kunci yang saling berkaitan dalam penanganan masalah
keselamatan kerja, termasuk bagaimana prinsip pengendalian kecelakaan kerja
dilakukan, digambarkan melalui bagan berikut.
2. Pengendalian Bahaya Kebisingan (Noise)
Kebisingan sampai pada tingkat tertentu bisa menimbulkan gangguan pada
fungsi pendengaran manusia. Risiko terbesar adalah hilangnya pendengaran
(hearing loss) secara permanen. Dan jika risiko ini terjadi (biasanya secara medis
sudah tidak dapat diatasi/"diobati"). Sudah barang tentu akan mengurangi efisiensi
pekerjaan si penderita secara signifikan.
Secara umum dampak kebisingan bisa dikelompokkan dalam dua kelompok
besar, yaitu:
1. Dampak auditorial (Auditory effects)
2. Dampak ini berhubungan langsung dengan fungsi (perangkat keras)
pendengaran, seperti hilangnya/berkurangnya fungsi pendengaran, suara dering/
berfrekuensi tinggi dalam telinga.
3. Dampak nonauditorial (Nonauditory effects)
4. Dampak ini bersifat psikologis, seperti gangguan cara berkomunikasi,
kebingungan, stres, dan berkurangnya kepekaan terhadap masalah keamanan
kerja.
Berikut ini adalah beberapa tingkat kebisingan beberapa sumber suara yang
bisa dijadikan sebagai acuan untuk menilai tingkat keamanan kerja :
1. Percakapan biasa (45-60 dB)
2. Bor listrik (88-98 dB)
3. Suara anak ayam (di peternakan) (105 dB)
4. Gergaji mesin (110-115 dB)
5. Musik rock (metal) (115 dB)
6. Sirene ambulans (120 dB)
7. Teriakan awal seseorang yang menjerit kesakitan (140 dB)
8. Pesawat terbang jet (140 dB).
Sedangkan jenis industri, tempat kebisingan bisa menjadi sumber bahaya yang
potensial bagi pekerja antara lain :
1. Industri perkayuan (wood working & wood processing)
2. Pekerjaan pemipaan (plumbing)
3. Pertambangan batu bara dan berbagai jenis pertambangan logam.
Catatan :
Lingkungan dengan tingkat kebisingan lebih besar dari 104 dB atau kondisi
kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi tingkat kebisingan
lebih besar dari 85 dB selama lebih dari 8 jam tergolong sebagai high level of noise
related risks.
Formula NIOSH (National Institute of Occupational Safety & Health) untuk
menghitung waktu maksimum yang diperkenankan bagi seorang pekerja untuk
berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak aman sebagai berikut.
Di mana :
T = waktu maksimum pekerja boleh berhadapan dengan tingkat kebisingan (dalam
menit)
L = tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya
3 = exchange rate
Bandingkan formula yang telah ditetapkan oleh NIOSH tersebut dengan formula
yang masih biasa digunakan, yakni:
Di mana :
T = waktu maksimum pekerja boleh berhadapan dengan tingkat kebisingan (dalam
jam)
L = tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya
5 = exchange rate
Seringkali seseorang mengira dirinya telah berhasil ”beradaptasi” dengan
lingkungan yang bising manakala tidak merasa terganggu lagi dengan ”tingkat
kebisingan” yang pada awalnya sangat mengganggu dirinya. Jika hal yang
sama terjadi pada anda, HATI-HATI! Mungkin fungsi pendengaran anda mulai
terganggu.......
––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––
Indikator adanya (potensi) gangguan kebisingan berisiko tinggi di antaranya :
1. Terdengarnya suara-suara dering/berfrekuensi tinggi di telinga.
2. Volume suara yang makin keras pada saat harus berbicara dengan orang lain.
3. ”Mengeraskan” sumber suara hingga tingkatan tertentu yang dianggap oleh
seseorang sebagai kebisingan.